Bagiamana Membuat Anak Baru Nyaman di Sekolah?
Sebagaimana lazimnya di semua TK, RA atau PAUD, yang khas pada awal tahun ajaran baru adalah kehadiran anak-anak yang untuk pertama kalinya memasuki lingkungan baru bernama sekolah. Mereka sedang menempuh proses adaptasi dari lingkungan keluarga dan tetangga, ke lingkungan baru dengan teman-teman baru, yang tidak mereka kenal sebelumnya.
Dalam mengatasi persoalan seperti itu, dibutuhkan kerjasama yang erat antara guru dan orangtua. Pertama-tama, yang perlu dilakukan adalah, pada saat pendaftaran, guru menggali informasi sedalam mungkin tentang riwayat perkembangan anak, baik fisik, emosi maupun kognisinya. Bahkan, perlu juga digali riwayat ketika anak tersebut dalam kandungan sampai ke proses kelahirannya. Informasi itu akan sangat berguna sebagai pijakan, tidak hanya dalam membangun rasa percaya anak tersebut, tapi juga untuk proses pembelajaran seterusnya.
Selain itu, guru juga perlu meyakinkan orangtua bahwa dengan kerjasama yang baik antara guru, orangtua dan anak, kemandirian anak bisa dibangun, dan anak juga perlu mendapatkan kepercayaan bahwa ia bisa mandiri dan mampu melakukan sendiri berbagai hal sesuai kebutuhannya. Kekhawatiran orangtua bisa berpengaruh negatif terhadap proses pembangunan rasa percaya anak pada lingkungan barunya.
Berikan materi secara perlahan, dan sesuai dengan urutan, sampai anak sungguh-sungguh paham. Dalam hal ini, guru tidak perlu memasang target. Karena, Metode Sentra memakai kurikulum individual, maka biarkan anak berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Jurus Lima Kontinum
Sesuai dengan prinsipnya sebagai pendekatan pendidikan yang berpusat pada anak, dan bahwa guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator, pembelajaran dengan pendekatan Sentra mengenal lima tahapan langkah dalam interaksi guru dengan anak. Kelima tahapan itu dinamai ”Lima Kontinum,” terdiri dari visually looking on (pengamatan visual), non directive statement (pernyataan tidak langsung), question (pertanyaan), directive statement (pernyataan langsung) dan physical intervention (intervensi fisik).
Layaknya jurus silat, kelima langkah di atas tidak serta-merta dikerahkan sekaligus untuk mengatasi”masalah” yang terjadi di kelas. Guru hanya mengeluarkannya satu-persatu dan secara berurutan. Jika jurus pertama tak mempan, maka barulah guru mengeluarkan jurus kedua. Jika jurus kedua juga belum mendatangkan hasil, maka langkah ketiga digunakan. Demikian seterusnya, hingga langkah kelima. Namun, jika anak berubah pada langkah kedua atau ketiga, maka guru harus mengakhiri “langkah darurat” tersebut, dan membiarkan anak-anak kembali bermain.
“Semua langkah memang boleh dilakukan oleh guru, namun alangkah bagusnya jika guru tidak mudah menggunakan langkah terakhir, yakni intervensi fisik. Karena, langkah itu merupakan tahap paling rendah di antara lima kontinum. Guru harus pandai-pandai mengatur situasi agar intervensi fisik jangan sampai terjadi,” kata Rika Rachmawati, salah seorang guru TK Batutis Al-Ilmi.
Visually looking on. Pada langkah pertama ini, guru melakukan pengamatan terhadap seluruh situasi yang terjadi di dalam Sentra. Misalnya, pada suatu saat, seorang anak konflik dengan anak lainnya. Atas peristiwa itu, maka jurus pijakan guru adalah melihat kedua anak itu secara dekat, sehingga mereka mengerti bahwa sedang diperhatikan guru secara seksama. “Ibarat film, kamera lantas men-zoom sebuah obyek sehingga nampak jelas,” kata Siska Y. Massardi. Dengan demikian, kedua anak itu akan segera meredam emosinya dan tidak akan melanjutkan konfliknya.
Jika jurus Visually looking on kandas, maka guru harus mengeluarkan langkah berikutnya, yakni non directive statement. Jurus ini adalah pernyataan tidak langsung yang disampaikan guru kepada kedua anak tersebut. Bentuk kalimatnya adalah, “Sepertinya ada masalah di sini…”
Nah, langkah ketiga, yakni question segera muncul saat non directive statemen tak mengubah keadaan. Pertanyaan itu kira-kira berbunyi begini: “Bagaimana seharusnya seorang anak berkomunikasi dengan temannya?”
Kalau jurus ketiga pun tak digubris oleh kedua anak itu, maka langkah berikutnya adalah directive statement. Guru memberikan pernyataan langsung kepada mereka berdua: “Seorang anak yang soleh adalah yang ketika bicara menggunakan suara yang lembut dan sopan.” Jika tak ada perkembangan, maka guru harus mengeluarakan langkah pamungkas, yakni physical intervension. Di sini, guru langsung melerai keduanya secara fisik, dan memberi contoh bagaimana berkomunikasi dengan teman secara dengan benar dan sopan.
disadur dari :
https://metodesentra.wordpress.com/2014/03/05/siap-dengan-sentra-di-tahun-ajaran-baru
0 komentar:
Posting Komentar