Mimpi Anak SMA
Seorang gadis kecil berjilbab putih, duduk di pojok teras kelas..
Pikirannya menerawang jauh, ke balik awan. Masih belum percaya rasanya dia bisa ada di tempat itu, sebuah sekolah andalan kata orang-orang, yang menjadi incaran para pencari ilmu dari pelosok nusantara. Ya, SMAN 2 Tinggi Moncong atau lebih sering di kenal dengan SMA Andalan Malino atau SMUDAMA bahasa akrabnya.
Gadis itu, benar-benar masih mengumpulkan segenap ruhnya untuk mempercayai takdirnya dan menjalani takdir yang indah ini. Masih terngiang keraguannya saat dilepas ujian masuk oleh ayahandanya. “Takutka, tidak peDe ka kurasa lulus masuk karena 60 orang ji diterima” ungkapnya saat pamit, tapi dengan besar hati ayahanda hanya berkata “Jika memang rezeki, biar 10 atau Cuma dua orang yang diterima, insha Allah luluski”. Dan Alhamdulillah, disinilah dia duduk di teras kelas IX IPA 1 SMAN 2 Tinggimoncong yang saat tes masuk berhasil meraih posisi ke10 dengan bantuan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten Pinrang.
Hari-hari pertama masih terasa mimpi...
Tapi setelah sebulan menjalaninya, gadis kecil itu sudah mulai merajut mimpi-mimpi..
Gadis itu adalah saya, dan inilah awal kisah mimpi ini.
Bersekolah di SMAN 2 Tinggi Moncong atau SMUDAMA lebih akrabnya untuk kami, menjadikan kami harus bisa berpisah dengan orang tua. Berpisah hal yang tidak mudah bagi kami yang masih terbiasa bersama orang tua setiap harinya. Tapi, tetap harus dilakoni demi sebuah cita-cita.
Cita-cita awal yang terbesit dihati sejak kecil memang ingin bermanfaat bagi orang banyak, melihat mama menjadi guru favorit murid-muridnya, melihat ayah bermanfaat banyak bagi muridnya, kakek, paman, dan tante yang bisa dikatakan kami bersaudara memang dibesarkan di kalangan pendidik
Jadilah jiwa yang tumbuh mendarah daging dalam tubuh saya adalah jiwa pendidik.
Hingga memasuki, semester kedua di Bangku kelas IX sebagai angkatan VII/Lucky Seven Smudama, saat menempuh pendidikan menengah di SMAN 2 Tinggimoncong, saya yang berasal dari Daerah (Kabupaten Pinrang) merasa sangat tertinggal secara pengalaman belajar dan keterampilan belajar dari teman-teman, bahkan dari siswa yang berasal dari Papua, bahkan hingga meneteskan air mata menengadahkan tangan ke langit seraya berazzam/berjanji untuk mendirikan lembaga pendidikan yang berkualitas dan bersaing di daerahnya (Kabupaten Pinrang). Dan kesenjangan pengalaman belajar & keterampilan belajar tidak dirasakan lagi oleh anak-anak di daerah sehingga anak-anak di daerah pun bisa maju seperti di perkotaan, cukup saya yang merasa tertinggal, tidak anak-anakku kelak.
Dari janji tersebut, saya memutuskan untuk fokus mendalami bidang pendidikan, hingga berhasil lulus tes pada dua Universitas sekaligus, yaitu Universitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Makassar. Karena panggilan jiwa pada dunia pendidikan lebih kuat dalam hati, sehingga pilihan saya pun jatuh pada Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (yang saat itu satu-satunya yang menyelenggarakan jurusan Psikologi di Makassar)
Setelah menyelesaikan Pendidikannya sebagai Sarjana Psikologi (2010), saya tidak berhenti begitu saja, dengan dukungan penuh suami dan kelaurga besar, kemudian mengikuti beberapa kursus online, pelatihan, dan penelitian di berbagai lembaga pendidikan di Makassar, Jogjakarta, Bandung, dan Semarang, hingga tahun 2012 mantap untuk membuka Lembaga Pendidikan e~SchooL di Kabupaten Pinrang
Dan disini pulalah mulai merajut mimpi untuk belajar langsung ke negara yang pemerataan pendidikannya paling baik, dan kualitas pendidikan yang terbaik menurut saya, Jepang...
Sekolah Impian
Lembaga Pendidikan e~School berdiri pertama kali di bulan Mei 2010, tapi masih menjadi lembaga training yang membantu siswa-siswi SD, SMP, dan SMA/SMK dalam mempersiapkan aspek psikologis menjelang UN saat itu, dari kota Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare-pare, dan Kabupaten Pinrang, menjangkau hampir 1000 peserta training..
Tapi, Proses menjadi sekolah yang sebenarnya berawal di 2012...
TK / Playgroup / Daycare Islam Plus e~SchooL
Numpang, ya... awal mendiirkan sekolah ini kami hanya bermodalkan niat yang tulus, semangat yang membuncah, dan tabungan dengan jumlah yang sangat minim untuk mendirikan sebuah sekolah, akhirnya kami berpikir untuk ‘numpang’ di salah satu bimbingan belajar (JILC) yang mana saya pernah menjadi tentor bahasa inggris selama beberapa tahun belakangan, akhirnya kami sepakat bahwa kami ‘numpang’ di pagi hari untuk membuka sekolah hingga siang hari, dan sore serta malam harinya digunakan oleh JILC seperti biasanya, sehingga e~schooL menyewa gedung tersebut dengan sistem sharing.
Namun, karena membludaknya jumlah pendaftar yang melebihi ekspektasi kami, dalam dua bulan kami harus memutuskan untuk menyewa/kontrak sendiri gedung untuk digunakan, dan Alhamdulilah setelah pencarian yang memakan waktu dan tenaga akhirnya kami menyewa rumah yang hampir hancur, karena lebih dari 10 tahun tidak terawat. Mulai lah kami merenovasi sedikit demi sedikit, memasang aliran listrik, ubin lantai, jendela, membuat pintu, mengecat dinding dan menghias ruangan, serta yang tidak pernah terlupakan adalah menebang rumput yang tingginya jauh diatas tinggi tubuh kami. Yah perjuangan di tahun-tahun pertama yang tidak akan terlupakan.
Sesuai kontrak, dengan renovasi tersebut, kami memilki hak pakai selama 5 tahun, walaupun sistem sewa masih kami lakukan setiap tahunnya. Namun, di tahun ketiga berjalannya sekolah di Jl. Ir. Juanda tersebut, pihak pemilik menyatakan ingin menggunakan lahan tersebut, walaupun masih tersisa dua tahun dari kesepakatan awal, tapi pemilik tetaplah yang memilki kuasa untuk mengambil kembali hak miliknya, sehingga mengharuskan kami terpaksa mencari tempat bernaung yang baru.
Waktu yang diberikan pada kami kurang dari sebulan, saya ingat benar hari itu, setelah lebaran pihak pemilik sudah akan menghancurkan gedung untuk mereka gunakan sendiri. Jadilah, proses mencari dan mencari dimulai kembali. Hampir dua minggu tiap hari saya menyusuri jalan-jalan kota, lorong-lorong kecil, hingga gang-gang sempit untuk mencari rumah yang disewakan. Setelah belasan kontak person rumah yang disewakan dengan harga dan aturan yang bervariasi, tibalah pada pilihan yang sedikit sulit, karena rumah yang tersisa dan sesuai dengan kriteria kami yaitu memiliki halaman yang luas untuk bermain, jatuhlah pilihan kami ke sebuah rumah tua di JL.Ir.Juanda yang saat itu masih dalam keadaan seperti semula saat di bangun puluhan tahun yang lalu mungkin, lantai semen kasar, dinding bata, atap tanpa plavon, halaman yang kebanjiran jika turun hujan, ah... rasa-rasanya tidak layak untuk menjadi sekolah. Tapi, bismillah hati berasa sudah terpaut di tempat ini, dan mulailah perjuangan kembali dimulai. Renovasi sedikit demi sedikit hingga saat tenggak waktu sebulan bisa setidaknya layak untuk digunakan.
Tapi kisah sedih tentang rumah sekolah ini belum usai. Memasuki tahun ketiga kami menempati rumah ini dengan sistem kontrak, sang pemilik bersikeras menjualnya, bahkan belum selesai usia kontrak tahun tersebut, sang pemilik menempelkan dipagar sekolah tulisan “DIJUAL”, ah... betapa hancurnya hati ini saat itu, disaat dana untuk tempat memang cuma cukup tuk sewa saja, juga karena bingung jika pindahan lagi dengan sebegitu banyak barang yang harus diangkut lagi, dan pertanyaan berulang orang tua yang semakin membuat berpikir keras, “Pindah lagi bunda?”, “Pindah kemana?”...
Tapi, bismillah... seraya menarik nafas dalam dan menjernihkan pikiran,
“Allah yang memberi ujian, Allah pulalah yang menyedeiakan jawabannya”
Dan , setelah berkeliling sepekan lebih mencari tempat, dan tidak mendapat alternatif yang lebih baik, akhirnya dengan pertimbangan yang panjang, kami memutuskan untuk mencoba berusaha menggalang dana untuk membeli rumah yang kami tempati saat itu, 700jt, uang yang mustahil kami dapatkan dalam waktu singkat, tapi Alhamdulillah dengan bantuan dan dukungan penuh orang tua dan keluarga, dana untuk down payment rumah tersebut telah terkumpul, dan Nopember 2017 status sewa menjadi hak milik Lembaga Pendidikan e~SchooL, walaupun masih mengangsur sisanya hingga saat ini...
Ini lah kami orang kecil tanpa nama besar
yang mungkin selalu nekat berbuat 'besar',
Kami hanya orang-orang kecil yg benar-benar ingin mengabadikan diri kami, dengan modal semangat dan keyakinan kami...
Tapi Alhamdulillah
tahap demi tahap kami telah lalui dengan kerja keras diiringi nyinyir org sekitar mungkin,
tapi tak masalah,
kami bukan bekerja untuk mereka...
Yang kami tahu,
mimpi kami masih panjang,
Jadi kaki kami harus tetap melangkah,
Bahkan harus melangkah lebih panjang dan lebih cepat karena, kami hanya orang-orang kecil...